Bandung (ANTARA) – Sekretaris Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 di Jawa Barat (Jabar) Daud Achmad mengatakan Pemerintah Provinsi Jabar hingga saat ini telah menyalurkan paket bantuan sosial atau bansos kepada 23.700 kepala keluarga (KK), mereka ialah warga terdampak COVID-19 di Provinsi Jabar.

“Jadi untuk kesekian kalinya sebetulnya saya menyampaikan bahwa bansos sampai saat ini sudah berjalan. Memang belum banyak, data terakhir yang saya terima, per hari ini sudah tersalurkan dan berhasil diserahkan itu sekitar 23.700 KK yang menerima,” kata Daud Achmad di Gedung Sate Bandung, Rabu.

Ia mengatakan setiap pengiriman bansos tersebut ditemukan fakta di lapangan bahwa ada warga yang menolak atau mengembalikan bansos tersebut.

“Dan biasanya ada yang retur, kalau dua hari lalu angka retur sekitar tujuh persen. Itu ada yang memang menolak atau banyak hal seperti NIK tidak sesuai dan sebagainya,” kata dia.

Dia mengatakan terhadap barang-barang yang memiliki masa tidak tahan lama, pihaknya telah menyalurkan pada panti sosial swasta.

“Dan perlu juga diketahui bahwa retur itu ada bahan yang tidak tahan lama. Misalkan telur. Atas kesepakatan kita, diserahkan ke panti sosial. Khususnya yang swasta,” kata dia.

Menurut Daud, Pemprov Jabar hingga saat ini terus berupaya untuk menyempurnakan data penerima bansos terdampak COVID-19 agar tepat sasaran.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil saat atau Kang Emil mengikuti Rapat Terbatas bersama Presiden RI, para menteri, dan sejumlah kepala daerah via video conference di Gedung Pakuan, Kota Bandung, pada Senin (27/4) mengusulkan agar bantuan sosial, baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, disalurkan kepada masyarakat terdampak COVID-19 melalui satu pintu yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

“Usulan kami delapan pintu bantuan dari pusat dan daerah ini disinkronkan teknisnya. Kalau bisa oleh Kemenko PMK agar semua pintu menjadi satu regulasi, satu cara, dan satu waktu,” kata Kang Emil.

“Supaya tidak ada konflik sosial, mudah-mudahan (penyaluran) ini efektif,” tambahnya.

Kang Emil melaporkan, banyak dinamika di lapangan pada saat penyaluran bantuan. Hal tersebut membuat masyarakat kebingungan karena bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak datang bersamaan.

“Karena banyak kementerian dengan caranya sendiri sehingga jatuh di masyarakatnya membingungkan ada yang kebagian duluan, ada yang telat bahkan ada yang menyangka tidak akan kebagian akhirnya menyalahkan RT/RW hingga demo dan sebagainya,” katanya.

Selain itu, Kang Emil mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk memfasilitasi perusahaan yang beroperasi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melakukan tes COVID-19 kepada karyawannya dengan metode PCR.

“Solusi saya kepada perusahaan yang diizinkan buka oleh Kementerian karena pertimbangan ekonomi massal ini mohon diinstruksikan untuk tes mandiri sehingga kami ada jaminan bahwa perusahaan yang buka selama PSBB tidak ada yang positif COVID-19,” katanya.

“Di beberapa perusahaan yang diizinkan beroperasi oleh kementerian ternyata ditemukan yang positif walaupun mereka mengaku sudah melaksanakan protokol kesehatan,” lanjut Kang Emil.

 

Source

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *