Tondano, DetikManado.com – Ratusan mahasiswa Universitas Negeri Manado (Unima) yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (Aparat) Cabut Omnibus Law (Cabul) kembali menggelar aksi Mosi Tidak Percaya jilid 2, Selasa (13/10/2020).

Sebelumnya sekitar 200 mahasiswa berkumpul di sekitar halaman Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) Unima. Setelah beberapa menit kemudian, Rektor Unima Prof Dr Deitje Katuuk MPd menyambangi massa aksi.

Bacaan Lainnya

Dalam pertemuan dengan massa aksi, Katuuk meminta massa aksi menuju ke Kantor Pusat Unima. Pihak Kampus Unima akan memfasilitas pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Minahasa.

“Adik-adik mahasiswa silahkan ke Kantor Pusat Unima, karena DPRD akan datang,” kata Katuuk di hadapan ratusan massa aksi.

Setelah melakukan koordinasi antar sesama massa aksi, mereka pun berjalan menuju Kantor Pusat Unima sesuai instruksi Rektor Unima. Tiba di Kantor Pusat, massa aksi menunggu kedatangan wakil rakyat Kabupaten Minahasa sembari menyanyikan yel-yel.

Tak berselang lama, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Minahasa Denni Kalangi bertemu dengan massa aksi Aparat Cabul. Sebelum anggota DPRD Kabupaten Minahasa itu menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya, Tim Hukum Unima yang terdiri dari mahasiswa prodi Ilmu Hukum Unima menyampaikan sejumlah alasan di balik aksi jilid 2 yang dilakukan.

Salah satu anggota tim Hukum Unima, Givan Lumeno melalui kajian yang dia buat menyayangkan tindakan tergesa-gesa DPR RI Pusat yang mengesahkan UU Omnibus Law di Senayan, Jakarta, 5 Oktober 2020 lalu.

“Apa yang disahkan oleh DPR RI memang cacat prosedural dan minim partisipasi masyarakat,” bebernya.

Kalangi yang mewakili DPRD Kabupaten Minahasa dari Fraksi Demokrat pun siap untuk menampung aspirasi dari massa aksi. Ia mengatakan Fraksi Demokrat akan membawa aspirasinya ke DPRD Kabupaten Minahasa. Akan tetapi, massa aksi belum sepenuhnya sepakat dengan permintaan Kalangi, karena mereka ingin agar secara kelembagaan, DPRD Kabupaten Minahasa menolak dan mencabut UU Omnibus Law.

Sekitar 1 jam kemudian, perwakilan massa aksi bersepakat untuk membuat surat pernyataan bahwa Kalangi akan menghadirkan seluruh anggota DPRD Kabupaten Minahasa, sesuai dengan waktu yang diberikan.

Wakil Ketua DPRD Minahasa, Denni Kalangi saat menandatangi surat pertanyaan dengan massa aksi. (Dok. Pribadi)

Koordinator Lapangan (Korlap), Anthoni Talubun menyatakan, surat pernyataan itu sebagai sikap DPRD Minahasa untuk mendesak DPR RI mencabut UU Omnibus Law.

Akan tetapi kata Talubun, perwakilan DPRD Minahasa itu tidak dapat memberikan keputusan yang pasti kelembagaan.

“Untuk itu, kami dari aliansi telah membuat kesepakatan yang mana satu minggu ke depan, Bapak Denni Kalangi siap menghadirkan seluruh anggota DPRD (Kabupaten Minahasa) agar kita dialog di sini di Universitas Negeri Manado,” ucapnya kepada awak media.

Sementara itu, salah satu perwakilan massa aksi, Johanes Gerung mengatakan, massa Aparat Cabul tentu menghormati keputusan yang dibuat bersama.

“Kepada DPRD Minahasa, kami mengultimatum jika keputusan diingkari, maka kami akan menduduki Kantor DPRD Minahasa,” ungkap Pocil sapaan akrabnya ketika dikonfirmasi, Rabu (14/10/2020).

Ia menyebutkan, pergerakan massa aksi bergerak secara kolektif dan ilmiah serta dengan kajian. Untuk itulah, Pocil menegaskan, DPRD Minahasa dapat memahami dan mengkaji UU Omnibus Law.

“Karena kami tidak main-main dengan gerakan ini, dan kami akan berjuang sampai UU Omnibus Law Cipta Kerja ini dicabut,” pungkasnya.

Adapun sejumlah poin tuntutan yang dibawa Aparat Cabul yaitu mereka meminta agar DPR mencabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, mendesak Presiden mengeluarkan Perppu untuk mencabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dan mendesak agar DPR mengesahkan RUU Masyarakat Adat dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Lalu mereka meminta pertanggung jawaban Kapolri atas tindakan represif yang dilakukan anggota kepolisian dan mendesak DPRD Minahasa segera menyelesaikan permasalahan Kelelondey. Dalam aksi ini juga, massa aksi ikut bersama solidaritas untuk menolak Otonomi Khusus (Otsus) Jilid 2 di Papua dan Papua Barat karena salah satunya berimbas dari UU Omnibus Law ini. (rf)

Print Friendly, PDF & Email
  • Whatsapp

Source