Jakarta (ANTARA) – Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan akselerasi pengembangan infrastruktur hingga talenta digital penting untuk mendukung inklusi teknologi dan transformasi digital.

“Sebelum bicara soal gadget, kita bicara soal infrastrukturnya dulu. Itu menjadi challenge yang luar biasa, dibutuhkan akselerasi konektivitas bagi seluruh masyarakat di Indonesia,” kata Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo Bonifasius Wahyu Pudjianto di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Boni mengatakan pemerintah melalui Kemenkominfo menghadirkan berbagai upaya untuk mengakselerasi transformasi digital dalam hal infrastruktur digital. Salah satunya adalah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) yang membangun Base Transceiver Station (BTS) di tempat-tempat yang belum terjangkau layanan telekomunikasi.

Baca juga: Menkominfo RI sebut pentingnya membangun infrastruktur hilir digital

“Ada masyarakat yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang harus kita layani, kami harus hadir di tempat-tempat tersebut. Kurang lebih ada 12 ribu desa yang belum terjangkau (akses internet),” ujar Boni.

“Ini harus dikejar, namun butuh anggaran yang tidak sedikit. Kami juga memiliki satelit SATRIA-1 yang diharapkan mampu menjangkau banyak desa,” imbuhnya.

Adapun terkait peluncuran SATRIA-1, Kementerian Kominfo menjadwalkan untuk meluncurkan satelit tersebut pada pertengahan 2023, dan diharapkan satelit bisa mulai beroperasi di akhir 2023.

Selain infrastruktur, Boni juga menyoroti kesiapan talenta digital Indonesia. Sehingga, lanjut dia, peningkatan kapasitas kemampuan dan literasi sumber daya manusia (SDM) menjadi hal fundamental untuk mendukung akselerasi transformasi digital Indonesia.

​​​​​Hal ini pun senada dengan isu yang diangkat di Digital Economy Working Group (DEWG) dalam Presidensi G20 Indonesia.

Baca juga: Kominfo: Pembangunan infrastruktur sokong transformasi digital

“SDM merupakan salah satu yang menjadi concern kami di Kominfo yang harus diperkuat. Talenta digital kebutuhannya sangat besar, yaitu ,kurang lebih 9 juta untuk 5 tahun ke depan. Kami berikan banyak program untuk meningkatkan kemampuan talenta digital tersebut,” kata Boni.

Sependapat, Secretary Executive of Research and Partnership CfDS Universitas Gadjah Mada Anisa Pratita Kirana Mantovani menilai kesenjangan literasi digital antara daerah perkotaan, pedesaan, dan wilayah 3T masih ada di Indonesia.

“Maka dari itu, untuk mendukung pentingnya meningkatkan konektivitas dan literasi digital di Indonesia dalam menyambut teknologi masa depan kami melakukan berbagai kegiatan substansi, stakeholder management hingga sosialisasi berbagai riset mendalam kami,” kata Pratita.

Dari sisi pelaku industri, Country Director Meta Indonesia Pieter Lydian berpendapat, siklus teknologi memiliki beberapa tahapan, untuk kemudian menjadi inklusif bagi khalayak. Pertama, adalah terjadinya inovasi, diikuti dengan adopsi, dan minat pasar yang semakin tinggi.

“Contohnya dalam Metaverse, kini berada dalam proses dimana inovasi terjadi. Di sini, device akan mahal. Untuk selanjutnya, adopsi teknologi akan semakin mature, fabrikasi terjadi, kemudian digunakan secara luas oleh masyarakat,” jelas Pieter.

Baca juga: Menkominfo: anggota G20 berkomitmen bangun infrastruktur TIK

Baca juga: Kemenkominfo siapkan infrastruktur digital untuk mendukung pariwisata

Baca juga: Kemkominfo: 427 BTS dukung infrastruktur digital di NTT

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Source