Pejabat UNHCR mengatakan di Jenewa, Swiss bahwa mereka prihatin dengan temuan yang menunjukkan penurunan besar dalam kondisi gizi para pengungsi. Pemantauan status gizi pengungsi kembali dilanjutkan tahun lalu, setelah sempat terhenti pada 2020 karena pembatasan COVID-19.

Para pejabat mengatakan, sepertiga dari 93 tempat penampungan pengungsi yang disurvei di 12 negara Afrika dan di Bangladesh menunjukkan tingkat malnutrisi yang parah di dunia, ukuran status gizi penduduk, dan 14% lokasi mencatat tingkat malnutrisi yang mengancam jiwa.

Juru bicara UNHCR Shabia Mantoo mengatakan kepada VOA, tingkat kekurangan gizi itu sangat mencemaskan, karena tercatat sebelum perang di Ukraina yang menyebabkan harga pangan dan barang-barang melonjak.

“Ini menjadi keprihatinan utama karena asupan gizi sangat penting untuk membangun masyarakat yang sehat dan tangguh. Penyebab utama penyakit bagi pengungsi masih sama yaitu infeksi saluran pernapasan atas, malaria dan infeksi saluran pernapasan bawah. Juga ada yang mengidap penyakit tidak menular, sekitar 5% dari catatan konsultasi serta layanan kesehatan jiwa,” ungkap Shabia Mantoo.

Kecemasan itu muncul pada waktu yang sangat sulit akibat pandemi COVID-19 dan rekor jumlah orang yang terpaksa mengungsi akibat konflik, kekerasan, dan bencana alam.

Terlepas dari masalah ini UNHCR mengatakan, ada kabar yang menyenangkan, yaitu dimasukkannya pengungsi ke dalam kebijakan kesehatan nasional. Hasil survei dari 46 negara menunjukkan, 76% menyertakan pengungsi dalam rencana kesehatan nasional mereka dan hampir semua pengungsi dapat menggunakan sarana kesehatan dasar.

Hasil lain yang menjanjikan, pada akhir tahun lalu laporan itu mengatakan, 162 negara memasukkan pengungsi dan pencari suaka ke dalam rencana-rencana vaksinasi COVID-19 nasional. [ps/ka]

Source