Sebuah aksi pengeboman, Rabu (19/10), di dekat gerbang depan penjara untuk tahanan politik di Myanmar menewaskan sedikitnya delapan orang, termasuk pengunjung dan personel penjara, kata media-media setempat dan pemerintah.

Lima orang yang mengantarkan parsel ke penjara itu dan tiga staf penjara tewas ketika dua bom meledak sekitar pukul 09:40, kata News Of Myanmar, sebuah layanan berita online yang bersimpati kepada pemerintah militer negara itu, di platform media sosial Telegram. Ledakan itu menghantam bagian dalam dan luar kantor penerimaan parsel di dekat gerbang besi utama Penjara Insein di Yangon, kota terbesar di negara itu.

Kantor informasi militer mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa lima pengunjung, termasuk seorang anak perempuan berusia 10 tahun, dan tiga staf penjara tewas, dan bahwa sebuah bom yang tidak meledak juga ditemukan dalam sebuah paket lainnya. Kantor itu juga mengatakan bahwa 13 pengunjung, termasuk seorang bocah lelaki berusia sembilan tahun, dan lima personel penjara dirawat karena cedera di rumah sakit kota Insein.

Penjara itu telah dikenal selama puluhan tahun sebagai tempat menampung tahanan politik di bawah berbagai pemerintahan militer. Keluarga tahanan diperbolehkan membawa parsel dengan barang-barang seperti makanan, pakaian dan obat-obatan.

Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Semua kelompok perlawanan yang terlibat dalam perjuangan melawan pemerintah militer — seperti Pasukan Revolusi Yangon, Gerilyawan Perkotaan Yangon dan Komite Pemogokan Umum — merilis pernyataan di halaman Facebook mereka yang mengutuk serangan tersebut karena melukai warga sipil.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil terpilih Aung San Suu Kyi tahun lalu. Berbagai protes damai digelar namun ditindas oleh pasukan keamanan dengan kekuatan mematikan. Penindasan itu menyebabkan perlawanan bersenjata yang meluas, yang sejak itu berubah menjadi apa yang oleh beberapa pakar PBB dicirikan sebagai perang saudara.

Sekitar 2.367 warga sipil tewas akibat tindakan keras militer terhadap perlawanan, menurut daftar terperinci yang disusun oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pengawas HAM.

Pengeboman dan penembakan di kota-kota Myanmar dan bentrokan bersenjata di pedesaan terjadi setiap hari. Gerilyawan perkotaan yang menentang kekuasaan militer melakukan pembunuhan yang menarget orang-orang yang terkait dengan militer dan pengeboman terhadap bangunan-bangunan yang memiliki ikatan resmi dengan militer. [ab/uh]

Source