Pihak berwenang di ibu kota Korea Utara, Pyongyang, telah memerintahkan penutupan wilayah (lockdown) selama lima hari karena meningkatnya jumlah kasus penyakit pernapasan yang tidak disebutkan, demikian dilaporkan oleh kantor berita NK News yang berbasis di Seoul pada Rabu (25/1) mengutip pemberitahuan pemerintah.

Menurut NK News, yang memantau situasi di Korea Utara, pemberitahuan tersebut tidak menyebutkan soal COVID-19 tetapi mengatakan bahwa penduduk di kota itu wajib tinggal di rumah sampai akhir Minggu dan harus melakukan pemeriksaan suhu beberapa kali setiap hari.

Pada Selasa (24/1), situs berita tersebut melaporkan bahwa penduduk Pyongyang tampaknya menimbun barang untuk mengantisipasi tindakan yang lebih ketat. Tidak jelas apakah daerah lain di negara itu telah memberlakukan penutupan wilayah baru.

Korea Utara membenarkan soal adanya wabah COVID-19 yang pertama di negara tersebut pada tahun lalu, tetapi pada Agustus, pemerintah menyatakan kemenangan melawan virus tersebut.

Negara yang tertutup itu tidak pernah mengonfirmasi berapa banyak orang yang tertular COVID. Hal tersebut tampaknya disebabkan karena negara itu kekurangan sarana untuk melakukan pengujian secara luas.

Sebaliknya, Korea Utara melaporkan jumlah pasien demam setiap harinya, di mana jumlahnya terus naik hingga mencapai sekitar 4,77 juta, dari total populasi negara tersebut yang mencapai sekitar 25 juta. Tetapi, Korea Utara belum melaporkan kasus seperti itu sejak 29 Juli tahun lalu.

Media pemerintah terus melaporkan tindakan anti-pandemi yang dilakukan untuk memerangi penyakit pernapasan, termasuk flu, tetapi belum melaporkan perintah lockdown.

Pada Selasa, kantor berita pemerintah negara itu, KCNA, mengatakan Kota Kaesong di dekat perbatasan dengan Korea Selatan, telah meningkatkan kampanye komunikasi publik “sehingga semua pekerja mematuhi peraturan anti-epidemi secara sukarela dalam pekerjaan dan kehidupan mereka.” [my/rs]

Source