Presiden Joko Widodo mengakui kasus COVID-19 di Tanah Air menjelang Lebaran kembali naik di angka 600-900 kasus. Namun Presiden optimis bahwa kasus virus corona masih dapat dikendalikan karena tingginya modal imunitas di masyarakat yang tercatat hampir 100 persen. Untuk mencegah peningkatan kasus kembali meningkat, Jokowi mengingatkan masyarakat untuk segera mendapatkan vaksin COVID-19, mulai dari dosis pertama hingga vaksin dosis penguat atau booster.

Presiden Jokowi belum memutuskan terkait menghapus status PPKM pada akhir tahun 2022, karena masih menunggu hasil kajian Kemenkes. (biro Setpres)
Presiden Jokowi belum memutuskan terkait menghapus status PPKM pada akhir tahun 2022, karena masih menunggu hasil kajian Kemenkes. (biro Setpres)

“Pertama, yang paling penting, vaksinasi, booster itu penting. Jadi yang belum segera booster. Kedua, dari sero survei yang kita miliki imunitas kita sudah mencapai 98,5 persen artinya tinggi sekali. Tetapi hati-hati yang belum sekali lagi, yang belum vaksin, yang belum booster segera,” tegasnya.

Kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara seperti India diakibatkan oleh sub varian baru dari omicron yakni XBB.1.16 atau yang bernama Arcturus. Dua kasus sub varian tersebut disebut telah terdeteksi di Indonesia.

Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan sub varian baru omicron tersebut tidak kalah efektif dalam menginfeksi dan menginfeksi ulang, serta mampu menerobos imunitas. Pemerintah, katanya, perlu memantau dampaknya terhadap masyarakat, terutama pada kelompok rawan dalam dua hingga tiga minggu ke depan.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. (Foto: Dok Pribadi)
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. (Foto: Dok Pribadi)

Meski begitu, ia melihat bahwa varian Arcturus ini tidak akan menyebabkan lonjakan kasus yang cukup tinggi meski akan cukup berdampak serius bagi kelompok rawan sehingga bisa mengakibatkan meninggal.

“Walaupun ini jumlahnya semakin mengecil, tapi kalau bicara penduduk kita itu banyak. Kelompok berisiko itu dari sisi kondisi tubuh misalnya lansia kita yang banyak, kemudian anak yang berusia di bawah tiga tahun mereka kan belum eligible (untuk divaksin COVID),” ungkap Dicky.

Menurutnya, kelompok rawan tadi tentu akan berdampak pada peningkatan kasus bahkan peningkatan kasus kematian di tengah minimnya mitigasi risiko yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat seperti minimnya testing, dan menurunnya perilaku menerapkan protokol kesehatan, dan masih banyak masyarakat yang enggan divaksin.

“Ini yang membuat orang-orang yang merasa aman, merasa sudah booster atau masih muda, dia membawa virus ini kepada kelompok yang berisiko. Walaupun jumlahnya sudah semakin sedikit tetapi akan berkontribusi pada peningkatan kasus, dan yang memprihatinkan akan berkotribusi pada peningkatan kasus kematian. Artinya, sekali lagi bicara protokol kesehatan itu harus menjadi bagian baru dari perilaku kita,” paparnya.

“Jadi, dalam konteks Indonesia saya melihat cukup kecil untuk kemungkinan bisa berdampak dalam konteks XBB 1.16. kecuali kalau ternyata ada sub varian atau varian baru yang lebih efektif. Kalau untuk ini masih belum cukup untuk bisa menimbulkan gelombang besar atau yang bisa membalikkan posisi. Tapi jangan tetap overconfident, terutama tetap harus melindungi kelompok rawan,” pungkasnya.

Seorang perempuan mengenakan masker duduk di dalam bus di Jakarta, Selasa, 17 Mei 2022. (Foto: AP)
Seorang perempuan mengenakan masker duduk di dalam bus di Jakarta, Selasa, 17 Mei 2022. (Foto: AP)

Berdasarkan laporan dari Satgas COVID-19 kasus positif pada 15 April 2023 pukul 12.00 naik 941 kasus, lalu yang sembuh dilaporkan sebanyak 505 orang dan yang meninggal sebanyak enam orang.

Sedangkan pada 14 April 2023, dilaporkan adanya kenaikan kasus sebanyak 1.017 kasus positif COVID-19, 463 orang dilaporkan sembuh dan 14 orang meninggal dunia. [gi/ah]

Source