Di Koperasi Pertanian Sosin, di pinggiran ibu kota Korea Utara, Pyongyang, Sok Sun Ae memelihara sekitar 300 ekor kelinci. Ia memberi ternaknya itu pakan berupa sayuran yang berasal dari ladang-ladang di sekitarnya.

Kelinci-kelinci tersebut dapat menggemuk hingga berbobot lima kilogram dalam enam bulan, katanya. Keluarga-keluarga yang tinggal di daerah tersebut akan berbagi hasilnya.

Berbagai organisasi PBB seperti Program Pangan Dunia, dan sebagian besar kedutaan besar negara-negara asing telah menarik staf mereka keluar dari Pyongyang. Karena itu, sulit sekali mengetahui kondisi di Korea Utara sekarang ini.

Ayam dan kelinci dipajang di toko daging. (Foto: REUTERS/Eric Gaillard)
Ayam dan kelinci dipajang di toko daging. (Foto: REUTERS/Eric Gaillard)

Media pemerintah telah berulang kali melaporkan tentang beternak kelinci tahun ini. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyoroti prakarsa tersebut pada pidato pentingnya bulan September lalu.

Kantor berita resmi KCNA melaporkan bahwa Kim “menyerukan untuk meningkatkan kambing dan ternak lainnya dalam jumlah meyakinkan, dan agar melaksanakan gerakan memelihara kelinci secara besar-besaran oleh seluruh rakyat sebagaimana yang disebut dalam kebijakan Partai untuk mendapatkan ‘daging dari rumput’ di sektor peternakan, serta memberi perhatian untuk mengurangi unit konsumsi pakan secara maksimal dan meningkatkan kegiatan antiepizootik.”

Yang dimaksud kegiatan antiepizootik adalah upaya-upaya untuk mencegah penyebaran penyakit di kalangan hewan.

Sementara itu ‘daging dari rumput’ adalah istilah yang digunakan Partai Pekerja yang berkuasa di Korea Utara untuk mendorong rakyat, dan tentara pada masa-masa sulit, agar memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang mereka miliki.

An Hong Hwa, seorang ibu rumah tangga, memelihara banyak kelinci di halaman apartemennya.

“Di rumah kami, kami memelihara sekitar 30 ekor kelinci yang dalam satu bulan bisa beranak 150 ekor. Jadi, kami biasanya memelihara lebih dari 1.000 ekor kelinci setiap tahun, dan rata-rata berat satu ekor kelinci adalah 3-4 kilogram. Kami memproduksi lebih dari 3 ton daging setiap tahun. Pencapaian ini, mengembangbiakkan kelinci, membuat saya merasa bahwa tak ada apapun yang tidak dapat kita lakukan, kalau kita memiliki tekad kuat,” katanya.

An Hong Hwa membagikan kelinci-kelinci itu kepada tentara dan pekerja konstruksi.

Seekor kelinci sedang melompat. (Foto: AP)
Seekor kelinci sedang melompat. (Foto: AP)

Korea Utara telah lama kekurangan protein dalam menu makanan mereka.

Bagian utara Semenanjung Korea ini merupakan daerah bergunung-gunung dan kekurangan lahan pertanian.

Korea Utara mengandalkan bantuan dari sekutu-sekutu sosialisnya. Tetapi setelah runtuhnya Uni Soviet, Korea Utara mengalami bencana kelaparan pada tahun 1990-an, dan sejak itu belum mampu memenuhi kebutuhan makanan rakyatnya.

Para koki di restoran Potonggang Manbang di tengah kota Pyongyang sekarang juga memanfaatkan daging kelinci. Salah seorang koki, Sung Myong Sil, mengatakan, “Kami dapat memasak semua jenis hidangan, apapun yang pelanggan kami inginkan. Tetapi sekarang ini, pada musim ini, ada banyak orang yang memesan hidangan kelinci.”

Sementara itu, salah seorang pelanggan restoran itu, Jo Kwang Nam, mengatakan, “Daging kelinci rasanya enak, dan sangat bergizi. Ini bagus untuk orang-orang yang pulih dari sakit, jadi saya suka makan kelinci.”

Bagi mereka yang memiliki uang, daging babi dan daging sapi adalah pilihan yang paling populer. Di negara itu juga tidak ada tradisi untuk menjadi seorang vegetarian.

Orang luar sedikit sekali mengetahui kondisi di Korea Utara sekarang ini. Namun promosi mengenai pengembangbiakan dan makan daging kelinci di media pemerintah mungkin dapat menunjukkan bahwa apa yang tersaji di meja makanan sekarang ini lebih sedikit daripada biasanya. [uh/ab]

Source