Presiden China Xi Jinping menjalani misi diplomatik yang sulit dalam lawatannya ke Rusia. Dalam lawatan nanti, Presiden Xi berupaya menempatkan China sebagai juru perdamaian dunia, sekaligus memperkuat hubungan dengan sekutunya yang paling dekat, Presiden Vladimir Putin. Pemimpin Rusia itu sedang menghadapi tuduhan kriminal karena melancarkan agresi ke Ukraina sejak Februari 2022.

Xi dijadwalkan berangkat ke Moskow pada Senin (20/3). Ini adalah lawatan pertamanya ke luar negeri sejak mengamankan masa jabatan ketiga sebagai presiden. Xi berusaha untuk memoles pengaruh diplomatik Beijing setelah negaranya berhasil menjadi mediator perdamaian antara Arab Saudi dan Iran pada minggu lalu, bahkan saat ia memperkuat kemitraan “tanpa batas” dengan Putin yang semakin dikucilkan.

Para analis mengatakan Xi, yang makin memperkuat pengaruhnya di dalam negeri sebagai pemimpin China terkuat sejak Deng Xiaoping, akan berhati-hati agar tidak memusuhi Barat.

Mitra dagang utama China adalah Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Keduanya adalah pengkritik paling sengit atas perang Rusia di Ukraina, yang disebut Moskow sebagai “operasi militer khusus”.

Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, memberi isyarat saat berbicara dengan Presiden China Xi Jinping dalam KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Jumat, 16 September 2022. (Foto: via AP)
Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, memberi isyarat saat berbicara dengan Presiden China Xi Jinping dalam KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Jumat, 16 September 2022. (Foto: via AP)

Bulan lalu, China merilis proposal untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan orang mengungsi. Proposal Beijing disambutan hangat di Kyiv dan Moskow, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dia akan terbuka untuk menggelar pembicaraan dengan Xi. Sejumlah media menyebutkan, pembicaraan Xi dan Zelenskyy mungkin saja dilakukan setelah lawatan ke Rusia.

AS dan sekutu Baratnya sangat skeptis terhadap motif China. Mereka mencatat bahwa Beijing menolak mengutuk tindakan agresi Rusia dan bahkan memberi bantuan ekonomi saat negara-negara lain menghujani Moskow dengan beragam sanksi.

“Ada semacam manuver diplomatik yang semakin menonjol di pihak China saat perang berlangsung,” kata Andrew Small, peneliti senior di German Marshall Fund.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping berjalan saat mereka menghadiri pertemuan Dewan Kepala Negara Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Bishkek pada 14 Juni 2019. (Foto: AFP)
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping berjalan saat mereka menghadiri pertemuan Dewan Kepala Negara Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Bishkek pada 14 Juni 2019. (Foto: AFP)

Tanpa Batas

China dan Rusia mengumumkan kemitraan “tanpa batas” pada Februari 2022 ketika Putin mengunjungi Beijing untuk pembukaan Olimpiade Musim Dingin, beberapa hari sebelum dia melancarkan invasi ke Ukraina.

Sementara Beijing menyerukan ketenangan sejak awal, sebagian besar mencerminkan posisi Moskow bahwa Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Alliance Treaty Organization/NATO) mengancam Rusia dengan ekspansi ke timur dan sekutu Barat Ukraina telah mengipasi api perang dengan memasok tank dan rudal.

China menjadi sumber pendapatan utama bagi Moskow karena menjadi pembeli terbesar minyak Rusia. Perdagangan bilateral antara kedua negara melonjak dalam beberapa bulan terakhir. Para pemimpin AS dan Eropa mengatakan data intelijen menunjukkan China sedang mempertimbangkan untuk mengirim senjata ke Rusia, yang kemudian dibantah oleh Beijing.

“China tentu ingin terlihat sebagai pemangku kepentingan diplomatik yang objektif dan tidak memihak, tetapi sebenarnya tidak,” kata Samuel Ramani, pakar Rusia yang mengajar di Universitas Oxford.

Beberapa jam setelah pengumuman lawatan Xi pada Jumat (17/3), Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan Putin. Ia dituduh melakukan deportasi paksa anak-anak Ukraina ke Rusia dan tindakan tersebut didakwa sebagai kejahatan perang.

Kremlin marah atas keputusan itu. Rusia mengatakan program yang membawa ribuan anak Ukraina ke Rusia adalah kampanye kemanusiaan untuk melindungi anak yatim piatu dan anak-anak terlantar di zona konflik.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping membuat pancake saat berkunjung ke pameran Far East Street di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia. (Foto: via Reuters)
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping membuat pancake saat berkunjung ke pameran Far East Street di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia. (Foto: via Reuters)

Bisnis di atas Blini?

Detail kunjungan Xi ke Moskow, yang pertama dalam hampir empat tahun, masih sedikit.

Kedua belah pihak mengatakan tujuan dari perjalanan itu adalah untuk lebih memperkuat hubungan mereka dan memperdalam ikatan ekonomi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan pada Jumat (17/3) bahwa lawatan itu adalah “perjalanan persahabatan”, “kerja sama”, dan “perdamaian”. Dia tidak merujuk ke Ukraina.

Kedua pemimpin akan bertemu untuk melakukan pembicaraan empat mata dan makan bersama pada Senin (20/3). Xi dan Putin kemudian akan melakukan “negosiasi” lebih lanjut dan mengeluarkan pernyataan pada Selasa (21/3) sebelum Xi kembali pada Rabu (22/3), menurut jadwal singkat yang dirilis Kremlin.

Pertemuan Xi-Putin sebelumnya, yaitu pada 2019, dilakukan dengan santai. Xi menyebut Putin sebagai “sahabatnya” di mana mereka mengagumi panda di kebun binatang Moskow. Dibalut celemek biru, mereka memasak blini bersama pada 2018 ketika Xi mengunjungi Vladivostok untuk Forum Ekonomi Timur.

Beberapa diplomat asing mengatakan kesepakatan apa pun yang dibuat oleh kedua orang kuat itu, Xi sekarang berada di atas angin dalam hubungan tersebut.

“Sudah jelas untuk beberapa waktu bahwa Rusia adalah mitra yunior China, tetapi perang di Ukraina benar-benar membuat dominasi itu jauh lebih mencolok,” kata seorang diplomat Eropa tanpa menyebut nama.

“Dukungan apa pun yang Xi berikan kepada Rusia akan sesuai dengan permintaan China,” kata diplomat Eropa lainnya. [ah/ft]

Source